x
Tokyo National Museum
Saya menemukan foto sebuah patung Buddha yang sedang duduk, patung yang indah dari Gandhara sekitar abad pertama. Gandhara adalah sebuah nama kuno untuk daerah timur Afghanistan dan barat-laut Pakistan yang berpusat di Sungai Swat dan Sungai Kabul (anak-anak sungai Indus). Kota-kota utamanya adalah Peshawar dan Taxila. Berbeda dengan patung-patung Buddha a la Cina yang serba-bulat, patung ini jauh lebih anatomis a la Yunani dan gagah banget. Tulisan ini saya terjemahkan cepat dari sebuah sub-artikel tentang Shakyamuni di Wikipedia.org.
“Walaupun Gautama Buddha (sekitar 563-483 SM) tidak diperlihatkan dalam wujud manusia hingga sekitar abad pertama, karakter fisiknya dijelaskan dalam tulisan-tulisan inti dalam tradisi kanon Pali, Digha Nikaya. Tulisan-tulisan tersebut membantu menjelaskan aspek-aspek fisikal dari sang Buddha:
Sang Buddha berpostur tinggi-langsing. Kedua lengannya panjang, sesuai dengan tinggi badannya. Jemarinya panjang, begitu pula dengan wajahnya. Hidungnya mancung dan berbentuk sempurna. Rambutnya halus, hitam dengan ombak-ombak halus. Matanya lebar dan “sangat biru”. Tubuhnya berwarna terang keemasan dengan warna merah muda di balik kuku-kukunya.
Tafsiran mengenai hal ini cukup beragam dan kebenaran sutra yang menjelaskan bagian di atas bisa dipertanyakan, namun ciri-ciri fisik ini mengindikasikan sosok tubuh seorang Indo-Eropa. Hal ini berhubungan dengan tradisi yang menjelaskan sosok sang Buddha sebagai seorang Ksatria India yang lazim disebut-sebut berasal dari rumpun Indo-Eropa. Ini sesuai dengan teori invasi Arya (Friedrich Max MΓΌller, tengah abad ke-19) yang menjelaskan bahwa nenek moyang orang India adalah suku bangsa Arya yang berasal dari Rusia selatan dan Ukraina Barat.”
Betapa gagahnya sang Buddha. Saya belum pernah melihat penggambaran Buddha sebagai Ksatria seperti ini. Saya juga baru baca bahwa Suddhodana, ayah kandung Siddhartha Gautama, adalah panglima klan Shakya, sebuah suku prajurit. Karena itu salah satu nama lain Siddhartha adalah Shakyamuni, seorang dari keluarga Sakya. Siddhartha lahir sebagai prajurit dan ia memang tangkas dalam latihan-latihan kemiliteran di istana pada awal hidupnya. Betapa gagahnya sosok ksatria jaman dulu, tapi itu kayaknya memang sebuah konstruksi politik karena dari jaman dulu juga ksatria itu punya naluri fasis. Untung Pangeran Siddhartha tidak tertarik dengan semua itu dan meninggalkan istana berikut segala hak kebangsawanannya untuk mencari pencerahan.
Proporsi patung ini juga seimbang dan cacat pada lengan kanan bagi saya justru menambahkan kekosongan, satu hal yang menjadi inti dari ajaran Zen-Buddhisme. Maknanya muncul saat keutuhannya rusak. Ciyeee… π Patung ini berwibawa sekaligus subtle bagi saya. Kalau saya bisa ke Tokyo, saya pasti mampir ke Museum Nasional Tokyo untuk melihat patung ini. Atau mungkin ada replikanya untuk ditaro di meja kerja? Aduh, berapa harganya, coba?!