Blog for visual artists, art students & enthusiast

September 30, 2005

The Art of Controversy

Filed under: Uncategorized — bloodyathena @ 3:51 am

Ini ada link bagus dari Gustaff, The Art of Controversy. Isinya adalah kontroversi pameran Sensation yang diboyong dari Royal Academy of Art, London (1997) ke Brooklyn Museum of Art (1999). Pameran Sensation begitu sensasionalnya hingga 300.000 orang datang untuk melihat pameran tersebut. Saatchi & Saatchi Art Management di Inggris berhasil menjual karya-karya senimannya senilai 16 juta pondsterling. Beberapa seniman seperti Damien Hirst dan The Chapman Brother langsung jadi selebriti, Young British Artists. Ketika pameran ini diboyong ke Jerman, penyelenggara harus memperpanjang lama pertunjukan karena pengunjung tidak habis-habisnya.

Salah satu dari karya yang ditampilkan adalah karya Chris Ofili yang berjudul “Holy Virgin Mary”. Karya itu dibuat di atas panel besar menggunakan kolase kertas, cat minyak, serbuk perak, yang dilapis resin transparan, menggambarkan Maria sebagai seorang wanita kulit hitam yang dihiasi dengan banyak gambar alat kelamin dan dihiasi kotoran gajah yang dikeringkan. Karya ini memenangkan Turner Prize, sebuah penghargaan bergengsi dari Tate Museum di London, pada tahun 1998.

Karya ini menyulut kemarahan kaum konservatif di New York. Demonstrasi digelar sebelum pameran dibuka. Polisi bahkan menangkap salah seorang demonstran yang melemparkan kotoran kuda ke arah museum sambil berteriak, “I’m expressing myself creatively!”. Pada saat pameran, seorang yang tidak tahan melihat karya Ofili melemparkan cat putih dan berusaha menghapus karya tersebut. Pada puncaknya, Walikota Ruddy Giuliani menuntut museum untuk menurunkan karya yang disebutnya sebagai anti-Katolik, pornografik, dan sacrilegious (penghinaan terhadap sesuatu yang sakral bagi orang lain). Brooklyn Museum of Art tidak menerima dana yang seharusnya dibayarkan oleh New York City Council pada bulan Oktober tahun itu. Bahkan isu pencopotan kalangan direksi dan kurator museum juga merebak. Cepat sekali, karya dan pameran ini menjadi sebuah kontroversi agama dan kemudian menjadi sebuah pertentangan politik. Kasusnya diajukan ke pengadilan.

Brooklyn Museum of Art memperoleh dana $ 7 juta setiap tahunnya dari New York City Council, menutup hampir sepertiga dari kebutuhan operasionalnya. Pihak museum sendiri tidak memakai dana tersebut dalam pameran ini karena program pameran hanya menggunakan dana proyek, bukan dana struktural. Museum ini sudah beroperasi selama 150 tahun, bekerja keras menampilkan pameran-pameran penting dan program publik yang baik. Dalam satu tahun, rata-rata 125.000 orang anak-anak mengunjungi museum ini. Pengabdiannya pada publik terancam terputus akibat tekanan Giuliani.

Mereka berargumen bahwa Museum hanya memberikan yang terbaik dan karenanya Brooklyn Museum berkeras pameran ini harus ada. Justru karena karya ini provokatif dan menantang cara berpikir, makanya karya Chris Ofili harus masuk supaya publik berkesempatan untuk melihat karya istimewa tersebut. Direktur Museumnya bilang, “Chris Ofili is a very serious painter.” Beliau yakin Chris tidak semata-mata membuat karya ini untuk menghina kepercayaan orang lain, tetapi untuk mengungkapkan ekspresinya yang mendalam dan sangat pribadi tentang Bunda Maria. Tentu saja, Chris Ofili adalah seorang kulit hitam. Lagi-lagi, ini masalah freedom of expression yang dilindungi oleh Amandemen Pertama.

Sebuah pool di New York Daily News menunjukkan bahwa 60 persen warga NYC, termasuk 48 persen warga Katolik, tidak setuju dengan pendapat Giuliani. New York City Council diwajibkan membayar kewajibannya pada Brooklyn Museum of Art dan pameran tetap berlangsung menurut rencana (applause). Namun, kekalahan Giuliani menyebabkan partai sayap kanan jadi lebih solid. Tidak mungkin kuasa hukum walikota tidak bisa menduga bahwa kasus ini akan merupakan kasus Amandemen Pertama yang pasti kalah. Barangkali ini semacam pengkondisian untuk menghadapi konspirasi 911. Hehehe…

Anda bisa membaca berbagai komentar mulai dari Walikota NYC, Direktur museum, Hillary Clinton, dan pengunjung museum. Ikuti juga talkshow mereka di media. Menarik banget. 🙂

Kampanye Kebebasan Berekspresi

Filed under: Uncategorized — bloodyathena @ 1:51 am

Common Room membuat sebuah halaman kampanye Kebebasan Berekspresi. Silakan klik di sini untuk melihat halamannya. Di halaman ini juga ada shoutbox, jadi Anda bisa menuliskan pendapat Anda. Kampanye ini direncanakan untuk diteruskan lebih jauh dalam skala kota Bandung dan melibatkan siapa saja yang berkepentingan dengan isu kebebasan berekspresi ini. Hak sipil kita masih belum sepenuhnya terjamin, jadi ayo kunjungi halaman ini dan nyatakan dukungan Anda.

Urban Cartography v.01

Filed under: Uncategorized — bloodyathena @ 1:32 am

Common Room mengorganisasi 19 komunitas kreatif dari Bandung untuk menampilkan produk-produk mereka dalam presentasi Urban Cartography v.01: Bandung Creative Communities. Presentasi yang sempat ditampilkan di CP Biennale 2005 ini memperlihatkan perkembangan komunitas kreatif di Bandung dalam rentang waktu 10 tahun (1995 – 2005). Sejak lama, komunitas-komunitas kreatif di Bandung telah mewarnai corak kota Bandung dengan semangat anak-anak muda yang dinamis, kreatif, unik, dan orisinal. Proyek ini adalah sebuah pencatatan dan pemetaan kultural terhadap perkembangan komunitas kreatif di Bandung.

Urban Cartography v.02: Locative Digital Archive, adalah sebuah proyek lanjutan dari proyek sebelumnya. Proyek volume 02 ini dimaksudkan untuk merubah pencatatan dan pemetaan tersebut menjadi data-data digital dan menghubungkannya melalui komputer, baik yang stand-alone maupun yang terhubung ke internet.

Buka halaman presentasi online Common Room untuk Urban Cartography v.01

September 27, 2005

Artikel lama

Filed under: Uncategorized — bloodyathena @ 3:55 am

Berkaitan dengan kontroversi karya Agus Suwage – Davy Linggar, saya jadi ingat saya pernah nulis artikel di blog ini. Judulnya “Ketelanjangan dalam Seni“.

Boikot CP Biennale 2005

Filed under: Uncategorized — bloodyathena @ 3:29 am

Sebagai tanda solidaritas terhadap nasib yang menimpa karya Agus Suwage & Davy Linggar, Common Room hari ini menutup presentasinya yang berjudul “Urban Cartography v.01: Bandung Creative Communities” di pameran CP Biennale 2005. Tepat pada hari ini, pihak penyelenggara CP Biennale 2005 mengadakan sebuah konferensi pers di lokasi pameran, Gedung Bank Indonesia, Jakarta kota.

Common Room menyesalkan tindakan penyelenggara pameran yang secara sepihak telah menutup akses menuju karya Agus Suwage – Davy Linggar, sebelum karya tersebut terbukti melanggar hukum. Penutupan akses ini berkaitan dengan tekanan yang diterima penyelenggara pameran berkaitan dengan kontroversi karya Agus Suwage – Davy Linggar. Berikut adalah pernyataan resmi dari tim kerja proyek Urban Cartography yang dikeluarkan hari ini:

=====================

Kepada:
Panitia CP Biennale 2005
Jl. Suryopranoto 67A
Jakarta 10160

Melalui surat ini kami memberitahukan bahwa kami menarik diri dari keikutsertaan kami dalam kegiatan CP Biennale 2005 sebagai bentuk simpati kami terhadap aksi penutupan karya Agus Suwage – Davy Linggar oleh panitia CP Biennale 2005.

Menurut kami, seni adalah alat untuk menyatakan pendapat pribadi dan Indonesia adalah negara yang memiliki kedaulatan hukum dan konstitusi yang sepatutnya melindungi warga masyarakat sipil untuk berpikir dan berekspresi, termasuk dalam menyatakan pendapat mereka di bidang kesenian.

Penutupan karya seni secara sepihak sebelum karya tersebut dinyatakan terbukti melanggar hukum dan konstitusi jelas merupakan penyimpangan yang mencabut hak masyarakat sipil untuk menyatakan pendapatnya.

Adapun menurut hemat kami, alasan penutupan karya atas desakan orang ataupun kelompok tertentu tidak bisa dibenarkan, karena hal tersebut kami anggap sebagai bentuk pemasungan terhadap hak warga negara untuk menyatakan gagasan dan pendapat mereka.

Untuk itu, kami menghimbau kepada segenap warga negara Indonesia untuk menyelesaikan perbedaan pandangan dengan menggunakan pengetahuan, akal dan hubungan komunikasi yang sehat, termasuk dengan menggunakan jalur hukum dan konstitusi.

Bandung, 27 September 2005.

Tim kerja proyek Urban Cartography v.01: Bandung Creative Communities 1995-2005
Kurator: Gustaff H. Iskandar
Project Officer: Megadeth
Koord. Display: R.E. Hartanto
Koord. Publikasi: Tarlen Handayani
Produser: Reina Wulansari
Perwakilan Peserta: Addy Gembel (Ujung Berung Rebel)

September 25, 2005

Kontroversi karya Agus Suwage – Davy Linggar

Filed under: Uncategorized — bloodyathena @ 3:30 pm

Apa ada di antara Anda yang mengikuti kontroversi karya Agus Suwage-Davy Linggar yang menampilkan model dan pemain sinetron Anjasmara & Isabelle Yahya baru-baru ini? Karya tersebut dipamerkan dalam CP Biennale 2005 yang bertajuk “Urban/Culture”. Beritanya sudah bisa diikuti di internet.

Pada prinsipnya, karya yang berjudul “Pink Swing Park” tersebut berbentuk ruangan kubus yang ketiga sisinya ditempeli foto Anjas dan Abel telanjang (hampir) bulat. Mereka dipotret berulang kali di tengah sebuah suasana taman semi hutan yang asing dan tampak artifisial. Karya fotonya secara teknik sempurna, ditempel dari plafon ke lantai, jadi betul-betul memenuhi ketiga sisi ruang berbentuk huruf U. Sisi keempat adalah akses bagi pengunjung, sisanya diberi cermin sehingga terkesan lapang. Di tengah ruangan, Agus Suwage memajang becak yang seluruhnya dicat warna merah jambu.

Becak ini tanpa roda, namun digantung dengan rangka besi sehingga Anda bisa duduk berayun-ayun di atasnya, sambil menikmati pemandangan model-model tersebut. Penting untuk catatan, Anjas dan Abel tidak tampil telanjang dalam foto karena di bagian genital diberi bulatan putih. Sebuah self-censorship yang dilakukan atas kompromi seniman dan kurator.

Lebih dari dua minggu setelah pameran dibuka (tanggal 5 September 2005), tersiar kabar di rubrik infotainment televisi bahwa Anjasmara difoto bugil di pameran CP Biennale 2005. Hanya beberapa hari sesudahnya, FPI (Front Pembela Islam) memuat artikel di surat kabar, yang menyatakan karya tersebut tidak pantas ditampilkan di depan umum. LSM MTP (Masyarakat Tolak Pornografi) mengeluarkan sebuah press release beberapa hari yang lalu yang menyatakan karya seni tersebut adalah sebuah produk yang tidak santun. Seniman tidak bisa diperlakukan sebagai warga istimewa yang berhak mengekspresikan apa saja tanpa batas. Mereka juga menuntut seniman untuk tidak memaksakan nilai-nilai liberal kepada masyarakat secara arogan.

Hanya beberapa hari yang lalu, sekitar 200 orang yang tergabung dalam Front Pembela Islam berdemonstrasi di depan gedung Bank Indonesia di daerah kota. Mereka menuntut agar pameran CP Biennale ditutup. Selanjutnya, FPI melaporkan kasus ini pada yang berwajib. Isu yang dikemukakan adalah pornografi dan melebar ke kasus penghinaan agama karena mereka menganggap Anjas dan Abel adalah representasi Adam dan Hawa.

Dari pihak seniman dan penyelenggara, Jim Supangkat (ketua tim kurator dan anggota Yayasan CP) dan Agus Suwage tampil dalam acara Famous-to-Famous di Metro TV, hari Jumat minggu lalu. Mereka berusaha menjelaskan bahwa apa yang menjadi kontroversi selama ini adalah tidak benar dan berusaha mengajak pemirsa untuk melihat ketelanjangan dari sisi yang lain, bukan hanya pornografi.

Sore tadi, di Taman Budaya Jawa Barat, seniman-seniman berkumpul untuk mengadakan diskusi dan menggalang suara untuk mempromosikan kebebasan berekspresi. Hari Selasa tanggal 27 September, di lokasi pameran, akan diadakan konferensi pers untuk menjelaskan sikap seniman dan penyelenggara pameran.

Nah, sekali lagi, ketelanjangan menjadi sebuah isu kontroversial di negara ini. Bagaimana kelanjutannya? Saya akan menulis beberapa hari lagi. Di bawah ini ada beberapa link yang bisa Anda ikuti untuk melihat beritanya.

– FPI Laporkan Kasus Foto “Bugil” Anjasmara ke Polisi
– Foto Telanjang Anjasmara Dinilai Sebagai Produk Tidak Santun
– Anjasmara Minta Maaf

Blog at WordPress.com.